Jakarta PSBB diperpanjang, saya sendiri juga kurang begitu memperhatikan sampai kapan perpanjangnya. Saya dengar sejak kemarin hari Senin tanggal 14 September. Dan kapan berakhirnya saya tidak begitu mengerti. Lah kok bisa, iya, saya kini tergolong orang yang cuek bebek dengan berita wabah covid. Ingat ya, soal berita. Kalau protokol kesehatan saya berusaha untuk memenuhi standar atau ajuran pemerintah. Walau kadang balelo sedikit, ya maklum. Kadang lupa bawa masker.
Lah kok bisa lupa pakai masker. Rakyat kecil, pikirannya itu tidak hanya masker saja. Tapi ada yang lebih penting adalah bagaimana caranya agar bisa makan ajeg. Nah itu yang bisa bikin pikun. Giliran sudah sampai ditujuan atau ditengah jalan baru ingat deh jika tidak mengenakan masker. Aduh, jika bansos pemerintah itu nilainya gede. Yang sekiranya bisa untuk makan seminggu atau sebulan. Tak mungkinlah mau keluar rumah. Lebih asek di dalam kamar.
Tapi ya itu, karena tuntutan kebutuhan. Mau tidak mau ya harus keluar rumah, demi mencari nafkah. Tanggungjawab bulanan, semisal bayar kost, listrik, air dan buat beli kuota anak sekolah. Kalau dipikir-pikir lumayan menguras pikiran. Jadi ya jangan heran jika lupa bawa masker. Walau sebenarnya tahu juga resiko yang harus diterima jika keluar rumah, terlular penyakit atau sama sekali tidak dapat uang. Dan yang lebih apes lagi jika kena denda pelanggaran ketanggap petugas Satpol PP. Kagak dapat uang, eh yang ada dipermalukan harus sapu jalanan.
Wabah ini bikin sensi setiap orang. Bahkan instansi atau lembaga pun ada yang dibuat sensi juga. Entah kerena sudah pusing tujuh keliling menghadapi situasi ini yang tidak kunjung reda. Atau menghadapi masyarakat yang semau gue. Tidak mentaati anjurannya. Dan rakyatnya juga bingung dengan peraturan pemerintah yang sering berubah-rubah. Dikiranya rakyat selalu mengerti dan mengikuti informasi peraturan yang baru. Atau mungkin rakyat sudah terbiasa dekat dengan hal kematian. Sehingga tenang-tenang saja. "Mati dan hidup urasan Tuhan", Itulah semboyannya.
Kalau sudah begini, jadi sama-sama pusing bukan? Seperti yang saya singgung diatas, saya hampir tidak mengikuti berita soal perkembangan pasien Covid. Bahkan saya pun jarang banget nonton televisi. Yang biasanya doyan baca koran, sekarang juga saya hindari. Terlalu dijejelali dengan informasi covid, hidup jadi paranoid. Ketakutan dan was-wasa sungguh luar biasa. Sakit deman atau batuk biasa, dihati langsung "Jangan-Jangan".
Covid-19 benar-benar merusak tatanan sosial, tidak hanya soal perekonomian saja. Orang bisa saling berprasangkau buruk. Bahkan bisa saling bermusuhan. Hanya karena tidak mengenakan masker, langsung dicap ini dan itu. Bahkan bisa terjadi perkelahian. Orang tua jadi mirip bocah saling baku hatam. Ya karena semua alasannya covid.
Tadi rencana mau cerita tentang Peti Mati yang ada di Jembatan Tinggi, Cakung. Kok jadi mirip orang ceramah. Tugu Peti Mati atau entah itu apa namanya saya sendiri juga tidak mengerti. Yang jelas disitu tertera tulisan "Peti Korban Covid 19". Menurut sepengetahuan saya, Peti Mati ini baru dipasang sekitar dua harian yang lalu.
Peti Mati ini hanya ingin mengingkatkan dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengenakan masker saat keluar rumah. "Waspada Covid-19, sayangi diri Anda dan Keluarga Anda". Apakah di daerah Cakung, Jakarta Timur katagori zona merah? Saya sama sekali tidak tahu. Kalau saya perhatikan, aktivitas warga Cakung juga biasa-biasa saja. Dah ah cukup sekian artikel tentang Peti Mati Korban Covid -19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar