Gas melon, tabung gas warna hijau dengan tulisan super gede, sepintas orang akan dengan mudah membaca dan memahaminya, "Hanya Untuk Masyarakat Miskin". Tapi apa kenyataan di lapangan? Gas LPG 3 Kg sudah menjadi idaman masyarakat, khususnya kaum emak-emak. Kenapa bisa menjadi idaman? Alaah pastinya ya karena ukurannya tidak terlalu gede, tapi ada yang menjadi penyebab lainnya. Apa itu? Harganya murah. Kenapa bisa murah? Karena gas melon ini adalah gas elpiji bersubsidi.
Jadi gas elpiji ini tidak hanya masyarakat miskin saja yang menggunakannya. Hampir semuanya suka. Nah inilah yang menyebabkan kelangkaan gas elpiji 3 Kg. Tahu sendirikan, stock dari pemerintah gas subsidi ini dibatasi, semakin tahun stock atau jatah beredarnya dikurangi. Sedangkan pemakai gas elpiji 3 Kg semakin banyak. Apa yang terjadi? Sudah pasti berebut. Siapa yang punya modal, itulah sang pemenangnya. Yang punya duit banyak, bisa menimbunnya. Yang miskin? Gigit jarinya jadinya.
Kelangkaan akan gas elpiji 3 Kg, sebenarnya juga saban tahun sering terjadi. Kayaknya sudah menjadi hal lumrah. Biasanya seh, akan adatanya tanda-tanda kenaikan harga. Atau mungkin gas non subsidi biar bisa laku? Entahlah. Saya sendiri juga tidak tahu kepastiannya. Yang jelas pula, keberadaan gas 3 kg subsidi ini turut andil membuat gas ukuran lainnya yang non subsidi jadi susah lakunya. Masyarakat akan memilih yang harga murah lah, apalagi selesih harganya lumayan jauh.
Kelangkaan gas subsidi 3 kg kemarin, harga gas milon sempat tembus 50 ribuan rupiah. Daerah yang stocknya masih aman, berkisar 25 ribuan rupiah. Wah harga yang sangar melambung dari harga yang dipatok pemerintah. Haga Eceran Tertinggi (HET) dari pemerintah gas elpiji subsidi 3 kg adalah 20 ribu rupiah. Tidak boleh lebih, kalau bisa 18 ribuan rupiah dari harga seharusnya.
Harga gas elpiji 3 kg bisa melambung harganya, faktor tingkat pendistribusian yang sudah jauh. Dari agen ke pangkalan-ke pengecer dan terus pengecer-pengecer baru sampai ke tingkat konsumen. Inilah yang menyebabkan harga semakin tinggi. Semua tingkat pendistribusian pasti ingin mendapatkan keuntungan. Mana ada sih, orang dagang tidak mau ambil keuntungan. Walau keuntungan dari penjualan gas ini berkisar 2 ribuan rupiah. Kalau sudah melalui lima tingkat pendistribusian???
Nah karena pemerintah sudah menganggap harga gas elpiji yang sampai ke konsumen sudah diluar nurul. Pemerintah berinisiatif dan punya rencana, adanya pelarangan warung madura dan warung klontong menjual gas 3 kg. Konsumen disuruh membeli langsung ke pangkalan gas resmi yang sudah ditunjuk pemerintah. Dengah harga berkisar 18 ribuan rupiah.
Beli satu tabung gas elpiji 3 kg harus menempuh jarak jauh demi harga murah? Emangnya pasang gas 3 kg bisa lancar jaya, tidak ada kendala? Kalau saya perhatikan, saat ini gas elpji lebih banyak tidak ada klep warna merahnya. Belum lagi nanti saat pasang, belum tentu cocok dengan regulator gasnya. Mau tidak mau ya harus tukar tabung gas dong. Disuruh balik lagi ke pangkalan gas? Terus kapan masaknya? Keburu kelaparan dan pingsan keluarganya.
Ya akhirnya kebijaksaan tersebut dicabut. Dan warung-warung madura maupun warung-warung klontong boleh lagi menjual gas subsidi 3 kg. Dengan syarat warung pengecer berubah menjadi sub pangkalan gas. Eleh apalah sebuah nama, hehehe. Untuk menjadi pangkalan gas juga tidaklah mudah. Ya paling tidak harus punya tabung gas LPG yang banyak. Perlu modal super gede dong!
Warung pengecer umumnya hanya punya sekitar 10-an tabung gas melon. Itu pun belum tentu keisi semuanya, karena pangkalan gas sudah menjatahnya. Ya pada intinya, warung pengecer cukup punya andil dalam penyaluran gas elpiji 3 kg sampai ketingkat konsumen atau sampai ke tangan emak-emak. Ya kalau tingkat pangkalan gas mau menjual eceran ke emak-emak juga tidak apa-apa. Tidak menjadi soal, dan bagus itu. Emangnya sanggup????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar