Hari Valentine yang Selalu Menuai Kontroversi, Bagaimana Menyikapi?

Kondom

Setiap tanggal 14 Februari, hampir disemua belahan negara merayakan hari kasih sayang. Kalau bahasa gaulnya Valentine's Day. Setiap hari kasih sayang, selalu ada saja hal yang diperbincangkan atau diributkan. Selalu ada kontroversialnya. Antara yang pro dan kontra. Antara yang ingin merayakan dan yang melarangnya. Pokoknya saban tiap tahun, selalu ramai. Menjadi bahan diskusi yang tiada buntutnya.

Sejarah tentang hari valentine itu sendiri, beraneka ragam. Dan masih dalam perdebatan juga. Ya, namanya budaya atau mitos-mitos, kadang simpang siur keakuratannya. Karena mungkin jaman dulu hanya lewat kabar lesan. Yang kata dan katanya. Konon ceritanya. Karena sudah menjadi kemufakatan, akhirnya ya generasi selanjutnya percaya saja.

Yang satunya berpendapat bahawa hari valentine dirayakan tanggal 14 Februari, karena jaman dulu tanggal tersebut adalah hari kesuburan, dimana burung-burung merpati musim kawin. Ada yang berpendapat bahwa 14 Febuari adalah festival kuno jaman Romawi, yang merayakan atau memberi penghormatan akan dewanya. Dan pendapat yang teakhir ini yang sering dipakai rujukan yaitu tokoh pendeta yang bernama St Valentine yang merestuai pernikahan seorang pemuda agar terhindar dari wajib militer. Yang akhirnya si Pendeta ini mendapat hukuman penggal kepala oleh kaisar Roma.

Coklat

Bagi saya, budaya hanya bisa dilawan dengan budaya. Semakin dilarang, justru budaya itu akan semakin tenar dan semakin eksis. Bertahan lama. Mungkin setiap negara punya budaya dan tradisi tersendiri dalam merayakan hari valentine. Kalau di negara nan jauh disana, konon katanya dengan merayakan seks bebas. Sehingga aneka jenis kondom sangat laris manis.

Mungkin hal itu yang menjadi kekwatiran orang tua.  Sehingga melarang anak-anak merayakan hari valentine. Bahkan ada suatu daerah yang menyebarkan surat edaran disetiap sekolah, agar siswanya tidak merayakan hari kasih sayang. Karena dianggap Valantine' Day bertentangan dengan norma agama, sosial dan budaya. Hal-hal negatif tidak terjadi pada peserta didik, itulah harapannya. Sekolah dipersilahkan melalukan razia pada tas siswanya. Yang kedapatan membawa coklat kena sanksi deh. Hari valentine bukan budaya Indonesia.

Niat pelarangannya sangat bagus sekali. Justru melarang, secara tidak langsung ikut andil mempromosikan hari velentine itu sendiri. Orang-orang, khususnya anak muda akan semakin ingin tahu apa itu hari valentine. Ya, akhirnya hari valentine menjadi hari yang digandrungi anak muda. Karena sesuai dengan gelora jiwanya, dimana saat-saat itu rasa jatuh cinta mulai bersemi dihatinya. Mulai ada rasa ketertarikan dengan lawan jenis.

Alangkah baiknya seperti apa yang saya utaran diatas. Budaya dilawan dengan budaya. Hari Valentine mungkin di negara lain identik dengan hal negatif. Kalau di Indonesia kita ubah menjadi budaya yang positif. Tidak perlu ada pelarangan memberikan coklat. Orang berdema kok dilarang segala. Kan berdema itu baik. Yang dikasih juga senang. Yang punya toko juga ikut senang kerena barang dagangannya laku. Yang dilarang itu melakukan hal berlebihan. Ungkapan kasih sayang yang keblablasan, seperti harus kwik-kwik. Kalau hanya sekedar tukar kado, tak jadi soal.

Terus bagaimana menyingkapinya? Biasa-biasa saja. Tak usah berlebihan. Kedua pendapat yang pro dan kontra, juga ada sisi benar dan salahnya. Diambil sisi baiknya saja. Yang pro mengajarkan untuk perhatian dan berderma, yang kontra mengajarkan untuk kewaspadaan dan kehati-hatian. Yang pro terlalu liar memaknai hari kasih sayang sehingga kondom laris manis, yang kontra melarang orang lain bersedekah (pelarangan memberikan bunga dan coklat). Wis pokoknya rumit, serumit artikel ini untuk memahaminya. Dan akan selalu menjadi perbicangan yang hangat. Yang penting jangan mudah sensi dan tersingung setelah membaca artikel ini. Takut tensi darah naik, stroke deh!

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Back To Top