Kadang saya sendiri dibuat bingung. Yang konon katanya negara yang terkenal alias tersohor dengan agrarisnya. Eh giliran soal kebutuhan bahan pokok, ternyata keteteran alias kedodoran. Atau mungkin disebabkan jumlah penduduk yang begitu meledak. Sehingga pemerintah kewalahan jika menyangkut ketahanan pangan. Terlalu banyak mulut dan perut yang diurus. Atau mungkin pemerintah yang setengah hati dengan kebutuhan pangan rakyatnya? Entahlah!
Wah, kadang saya itu mirip pengurus atau menteri pangan saja. Bicaranya sok bergaya elit. Walau sebenarnya belepotan ngomongnya. Asal bicara tanpa data. Asal ngaplak tidak jelas. Tak apalah ya, yang namanya hak berbicara juga dilindungi undang-undang. Setiap warga negara berhak untuk menyampaikan inspirasi atau keluhannya.
Saya kan sering sekali ke Pasar Tradisional. Hampir tiap harilah. Walau hanya sekedar jalan-jalan dan cuci pandang saja. Lah kok jalan-jalan? Iya jalan-jalan, sebab jenuh dirumah. Suntuk dan bosan. Makanya saya lebih suka nongkrong di Pasar Tradisional. Ngopi-ngopi sambil ngobrol ngalur-ngidul dengan teman.
Yang menjadi bahan pembicaraan hangat adalah harga bawang putih yang begitu moroket. Yang awalanya berkisar diharga 30ribuan perkilonya, kini sudah mencapai harga 60ribuan perkilo. Wow, dua kali lipat perubahan harganya. Para pedagang dan pembeli sangat kaget. Khususnya emak-emak, yang hatinya langsung dibuat galau. Tidak percaya dengan perubahan harga yang sangat mencolok.
Pastinya banyak sekali penyebab dari kelonjakan harga bawang putih. Permintaan yang begitu besar, tapi stock atau persediaan bawang putih yang kian menipis. Desas-desus, karena bawang putih import tersendat. Pemerintah menutup sementara import dari China. Saya perhatikan, memang bawang putih yang beredar dipasaran, umumnya produk dari China.
Karena China lagi dilanda kehebohan soal virus Corona. Otomatis berimbas disemua segala bidang. Khususnya soal import barang kebutuhan pangan. Wah, saya bergaya orang pintar saja ya? Tahu sendirikan, soal penyakit atau virus ini begitu dahsyat dan menakutkan pula. Penyebarannya yang begitu cepat. Hampir semua belahan negara melalukan proteksi atau perlindungan, biar virus ini tidak masuk ke negaranya. Pastinya termasuk Indonesia.
Aduh, ternyata jelemit juga. Sampai kapan harga bawang putih bisa stabil lagi? Kembali keharga semula. Wah kayaknya masih butuh waktu lama. Tak mungkin, petani menanam langsung panen. Atau mungkin solusinya segera membuka kran import bawah putih? Entahlah. Aduh repotnya jika semua hal sudah tergantung dengan barang negara tetangga. Sabar ya mak!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar