email: omkoodok@gmail.com

Pengalaman Perpanjang SIM yang Begitu Meletihkan

Pengalam Perpanjang SIM yang Begitu Meletihkan

Semangat bangun pagi tidak seperti biasanya. Begitu menggelora. Bangun tidur, terus mandi. Pesan dari mbah Surip selalu saya ingat, "Jangan lupa gosok gigi". Hal yang selalu saya lakukan saat mandi. Biar gigi putih, bau mulut mewangi. Walau kenyataannya, gigi saya tetaplah menguning, dan bau mulut tetaplah tidak sedap. Mungkin karena terlalu banyak minum kopi. Sehingga berefek ke gigi. Makanya setiap bepergian, perment mint selalu dikantong. Untuk menghilangkan bau mulut yang bikin pingsan lawan bicara.

Tumben bangun pagi? Ada apa ini? Biasa mau perpanjang SIM (Surat Ijin Mengemudi). Saya ingin menjadi pengendara yang taat berlalulintas. Makanya SIM tidak lah boleh mati atau kadaluwarsa. Dengan memegang SIM, diperjalanan juga terasa nyaman. Tidak takut kena tilang. Tidak grogi dan takut sama Pak Polisi.
Sampai di gerai SIM Mal Artha Gading, waktu sudah menunjukan jam delapan pagi. Ternyata disana sudah banyak yang antri. Ada hal yang unik, untuk mendaftarkan antrian disini. Harus menulis di kertas putih yang yang tetempel di kaca. Dan saya pun ikut menulis, dalam daftar antrian nomor 62. Semakin siang, banyak juga yang mendaftar. Sehingga mencapai ratusan, calon pemperpanjang SIM.

Eh tau kagak? Ternyata gerai SIM ini bukanya jam 12 siang untuk hari Senin-Kamis. Jumat 13.30 WIB dan hari Sabtu 12.00 WIB. Aduh lama sekali bukanya ya? Berjam-jam dong jadinya harus menunggu. Tapi demi mempertahankan menjadi orang yang taat hukum berlalu-lintas, tidak apalah. Saya pun tetap bertahan, walau kaki pegal dan jenuh rasanya.

Saatnya tiba gerai buka, jam 12 siang.  Kertas putih yang tadi tertempel di kaca, diambil sama petugas. Satu demi satu, orang dipanggil untuk mendapatkan kartu giliran. Ealaah, ternyata kuota perpanjang SIM hanya dijatah 50 orang. Terpaksa yang tadi telah mendaftar diatas urutan nomor 50 harus nyengir, kecewa dan pulang.

Wealah kenapa instansi sebesar dan semaha dinegeri ini kok begitu? Harus ada jatah-jatahan kuota segala. Rakyat kecilkan sudah rela mengorbankan waktu untuk tidak bekerja demi memperpanjang SIM. Kalau kuli seperti  saya ini, tidak kerja sehari ya tidak dapat duit. Haruskah rela tidak kerja lagi didemi memperpanjang SIM? Aduh, kasihan rakyat kecil seperti ini.

Oh Pak Kapolri dengarlah rintihan dan jeritan Om Koodok ini. Sebenarnya ini tidak hanya keluhan saya sendiri, banyak orang yang mengeluhkan hal sama. Memperpanjang SIM, terasa dipersulit. Kalau perlu, bukalah gerai SIM disetiap Kelurahan biar tidak terjadi antrian yang menumpuk. Ah, Om Koodok asal ngorek!

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Back To Top