Virus Corona belum ada kabar kapan akan berakhir. Peraturan PSBB pun juga belum tahu nasibnya. Apakah akan diperpanjang atau akan diberhentikan. Masyarakat sangatlah resah, karena tidak jelas kepastiannya. Pemerintah pun kayaknya juga masih gamang. Peraturan kini juga sudah tidak seketat awal diberlakukan PSBB. Lihat saja, mal maupun pasar menjadi lautan pedagan dan pembeli. Orang rela berjubel dan antri. Demi menyambut datangnya idul fitri, pastinya. Ingin baju baru, dan kebutuhan hidangan saat lebaran.
Ehm.., pemerintah sepertinya tak punya daya lagi. Antara membiarkan atau melarang serba salah. Ya, Pemerintah juga mengerti, rakyat merasa jenuh dan perlu refeshing, penyegaran otak. Tapi pemeritah juga sadar, keberadaan virus corona masih menjadi momok yang menakutkan. Tapi karena rakyatnya sendiri, sudah kebelet ingin punya baju baru lagi, apa daya. Ah, yang ada akhirnya saling tunjuk jari. Saling menyalahkan.
Virus Corona yang tak tampak mata, eleh kalau tampak mata namanya bukan virus tahu! Betul juga ya. Aduh, malak berdebat, wis pokoknya begitulah maksudnya. Virus yang membuat kelimpungan orang. Usaha jadi macet, toko-toko jadi tutup. Pabrik besar jadi ngos-ngosan, terpaksa memutus hubungan kerja dengan karyawan. Silaturahmi, jadi terhalang, terpaksa hanya lewat video call. Mana puas?
Jangankan yang hanya gaji pas-pasan. Gaji yang besar saja, dengan adanya Corona, dibuatnya setres tingkat dewa. Pemasukanya atau pendapatannya sampai turun drastis. Tidak sanggup lagi membayar angsuran ini dan itu. Terpaksa mengajukan pelonggaran waktu pembayaran, atau keringanan angsuran. Kondisi seperti ini, dengan adanya wabah virus corona, betapa pentingnya arti dari nada cadangan.
Pemerintah yang menganjurkan rakyatnya untuk di rumah, tapi tidak sanggup menjamin perut warganya kenyang. Maka jangan heran, jika ada pembangkangan disana-sini. Warga tetap nekat bertaruh dengan kesehatannya. Pastinya agar keluarganya tetap terpenuhi kebutuhannya. Ada kalimat guyonan,"Dirumah mati kelaparan, diluar mati Corna". Dua hal yang sama-sama tidak diharapkan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, telah menyalurkan bantuan sosial tahap kedua. Itu menurut pengamatan dan pemantaun saya. Dan paket bantuan yang diterima ini, jumlahnya menurun. Dulu, bantuan tahap pertama, tingkat RT bisa mendapatkan 130-an paket. Tapi kini hanya berkisar 55-an paket bantuan. Entah kenapa, jumlah paket ini bisa berkurang.
Apa karena sudah ada koordinasi dengan petugas Bansos dari bantuan Presiden. Sehingga ada pembagian wilayah. Entahlah, saya sendiri kurang bisa menggali informasi lebih jauh. Memang, paket bantuan sosial PSBB Covid-19 DKI Jakarta, datangnya tidak terpangkut jauh dengan datangnya Bansos dari Presiden RI. Selang dua hari gitulah.
Karena jumlah paket Bansos yang sangat terbatas. Petugas lapangan sangat teliti dan harus orang yang benar-benar membutuhkannya. Semisal keluarga yang ditinggal mati suaminya, Nenek-nenek jumpo atau anak yatim-piatu. Sebuah pekerjaan tak mudah untuk mendatanya. Saya sangat salut dengan petugas lapangan berjuang demi warganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar